Cari Blog Ini


Mari Berkembang, Mari Menulis

Setiap orang tentunya punya keinginan untuk mengembangkan diri menjadi pribadi yang lebih baik setiap saat. Dengan menulis, orang akan menemukan berbagai hal positif yang dapat membuat dirinya berkembang dan mampu menggapai cita-cita yang ingin digapai olehnya. Mari Berkembang, Mari Menulis, Kawan ... !!!

Tentang Penulis

Foto saya
siapa mau berusaha pasti ada jalan nya
Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Tips Tulisan Dimuat Rubrik Hikmah Republika

Written By Menulis untuk Kehidupan on Rabu, 27 Juni 2012 | Rabu, Juni 27, 2012


Tips Tulisan Dimuat Rubrik Hikmah Republika


Sebetulnya saya sudah berangan-angan cukup lama untuk menulis mengenai tips dan trik sebuah tulisan bisa dimuat sebuah media baik cetak maupun online, dalam hal ini Rubrik Hikmah Republika. Namun karena berbagai sebab, akhirnya baru kali ini saya mulai komitmen untuk nulis tips dan trik supaya dimuat media massa (terutama cetak). Tips dan trik ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi, bincang dengan kawan yang kebetulan “satu frame”, maupun mengamati dari penulis-penulis lain. Meski demikian, tak ada jaminan setelah baca tips ini tulisan kawan-kawan akan langsung dimuat media.
http://apepherya.com/wp-content/uploads/2011/07/rubrik-hikmah-republika.jpgIntinya yakni, ketika kita mengerjakan hal apapun, adalah mau belajar, kerja keras, konsisten dan persisten. Terlalu purba memang pepatah itu, tapi banyak benarnya. Begini, menulis itu ibarat berenang, yang meskipun mati-matian Anda belajar ihwal ilmu renang, tips berenang cepat supaya menang lomba dan sebagainya, namun tanpa mempraktikkan ilmu yang sudah didapat maka nothing. Sampai kapanpun tak akan menjadi perenang. Alih-alih jadi perenang hebat, yang ada malah bosan dan jenuh sendiri karena setumpuk ilmu, materi tentang renang, tak pernah dipraktikkan.
So, mulailah belajar nulis dengan nulis, nulis dan nulis. Ok, masih semangat ya! Kembali ke fokus. Rencananya saya (doakan saja) akan nulis semacam serial tips dan sedikit trik nulis di media massa cetak maupun online (berbasiskan pengalaman tadi). Niatnya mudah-mudahan bisa sedikit memberikan manfaat buat kawan-kawan yang baru belajar menulis. Kan, sampaikanlah walaupun hanya satu ayat. Karena sedikit kemampuan saya ada di bidang tulis-menulis ini, maka izinkanlah untuk sharing ilmu yang sedikit itu.
Rubrik “Hikmah”
http://apepherya.com/wp-content/uploads/2011/07/rubrik-hikmah-republika2.jpgKali ini saya akan nulis tips bagaimana nulis di Rubrik Hikmah Republika. Namun, sebelumnya ada baiknya dijelaskan dulu secara sederhana apa itu kolom Hikmah Republika? Secara umum, dan idealnya, di setiap media massa cetak selalu disisihkan (disediakan) ruang untuk kontributor luar (maksudnya penulis lepas yang bukan wartawan media bersangkutan). Nah, ruang-ruang itu macam-macam. Ada yang hanya menyediakan kolom opini (penamaan kolom ini berbeda antara media satu dengan yang lain, ada yang menamainya dengan “opini” seperti Kompas, Media Indonesia, SINDO, dsb, “gagasan” seperti Koran Jakarta, “Wacana” seperti kelompoknya Jawa Pos = Radar Tasikmalaya, Radar Banten, Sumedang Express, dan “Radar-radar” lainnya).
Selain opini, ada ruang lain yang bisa diisi oleh kontributor luar. Seperti misal, Republika selain punya kolom opini, ada dua bahkan tiga kolom lain; Analisis (biasanya penulisnya dipesan karena ke-expert-annya), Resonansi (sama halnya dengan Analisis, kolom ini ditulis oleh penulis “kawakan dan pakar” seperti Buya Syafii Ma’arif, Prof. Azyumardi Azra, Zaim Uchrowi), dan Hikmah sendiri yang kali ini sedang dibahas.
Untuk rubrik Hikmah ini, bisa dikatakan merupakan yang paling mudah untuk dimasuki para penulis awal (pemula). Mengapa? Sebab untuk menjadi penulis “Hikmah” tak memerlukan keahlian atau “posisi penulis” laiknya di kolom lain, seperti opini. Intinya, siapapun, asalkan tulisannya cocok dan sudah dianggap layak oleh redaktur maka bukan mustahil akan dimuat.
10 Poin
Oke, langsung saja kita bahas ya. Ada beberapa poin yang mesti diperhatikan apabila seseorang tulisannya ingin dimuat rubrik Hikmah Republika (meskipun sekali lagi bukan jaminan).
http://apepherya.com/wp-content/uploads/2011/07/rubrik-hikmah-republika3.jpgPertama, sama dengan model tulisan lainnya, yakni langkah pertama perlunya memerhatikan tema tulisan yang diangkat. Hal ini urgen karena berhubungan dengan hal-hal seperti: apakah tema yang kita sodorkan telah sesuai dengan keinginan redaktur dan kebijakan Republika sendiri? Misalkan, tulisan tersebut tak bersifat memprovokasi, tidak menyangkut SARA, tak mengadu domba ummat, dsb.
Kemudian juga, adakalanya tema yang kita angkat sedang hangat diperbincangkan khalayak atau tidak? Memang tak ada jaminannya, namun dengan mengangkat tema yang sedang diperbincangkan publik kemungkinan dimuatnya lebih besar ketimbang mengangkat tema yang sudah berlalu sebulan, setahun, atau puluhan tahun lalu. Kecuali tema tersebut berkaitan dengan sejarah Nabi, para syuhada, kisah malaikat, jin, dsb yang tentu sampai kapanpun akan tetap relevan.
Misalnya: tulisan yang mengambil tema relevan: “Kuasa dan Moral” (Republika, 14/7) yang ditulis Dr. A. Ilyas Ismail. Isinya tentu bisa ditebak, membahas mengenai kekuasaan yang mesti dibarengi dengan kekuatan moral karena kuasa tanpa moral akan menciptakan malapetaka bagi kehidupan suatu bangsa. Untuk tulisan yang membahas tema yang bisa dikatakan selalu relevan sepanjang masa, seperti tulisan: “Rendah Hati” (Republika, 19/07) yang ditulis Ustaz Samson Rahman. Karena sampai kapanpun, agama secara normatif selalu mengajarkan umatnya untuk senantiasa berlau rendah hati. Contoh judul-judul sepanjang masa lainnya: bekas sujud, jangan salah berdoa, dsb.
Oia, untuk kategori tema “sepanjang masa” ini, ada kemungkinan Anda bisa mengangkatnya lagi di kemudian hari dengan gaya penuturan, konteks tema, maupun kandungan ayat yang berbeda dengan tulisan sebelumnya. Namun, jangan harap dalam hal ini Anda bisa mengelabui redaktur karena “bank data” mereka begitu lengkap ihwal tulisan-tulisan yang sudah dimuat, penulisnya siapa, dan kapan waktu pemuatannya.
Kedua, membedah tema yang diangkat dan sebisa mungkin merelevansikannya dengan al-Quran, hadist Nabi, keterangan para ulama, dst. Perlu diingat, Republika merupakan medianya orang muslim. Jadi redaktur akan lebih memprioritaskan tulisan yang didalamnya terkandung teks suci dari al-Quran dan hadis (meskipun ada juga tulisan yang dimuat yang tak mengandung teks ayat suci, namun itu pengecualian karena jumlahnya sangat sedikit).
Berikut contoh tulisannya: “Dalam Alquran, Allah SWT berkali-kali mengingatkan umat manusia untuk tidak menyombongkan dirinya. Sebab, perbuatan sombong dan angkuh (tidak rendah hati), akan mencelakakan dirinya sendiri. “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Luqman [31]: 18).
Ketiga, buatlah tulisan pendek (antara 2500 – 3000 karakter) namun isinya padat. Disinilah mungkin letak agak sulitnya, mesti menyesuaikan antara ide dengan ruang yang disediakan. Tapi, itulah hukumnya, jika tulisan Anda ingin dimuat, ya patuhi aturannya seperti itu. Jangan buat tulisan yang kepanjangan kayak makalah atau bahkan jurnal yang sampai berlembar-lembar, dijamin sebagus apapun tulisan Anda tak akan dimuat (itu namanya ngerjain redaktur).
Keempat, perhatikan momentum. Poin ini erat kaitannya dengan poin nomor satu diatas. Meski tak begitu menentukan, namun saya bisa memastikan ya antara 40-60% peluang ketermuatannya. Coba lihat tulisannya Makmun Nawawi yang berjudul “Buktikan dengan Perbuatan” dimuat hari Sabru, 16 Juli 2011, karena temanya lagi hot-hotnya berisi mengenai perilaku para pemimpin nasional dan pejabat lainnya yang gemar bicara namun miskin implementasi.
Perhatikan cuplikan tulisannya, “Bila ditarik ke zaman kita sekarang ini, Khalifah Umar bin Khatab menginginkan para pembantunya, tidak hanya pandai menggelar konferensi pers, lalu menebarkan kata-kata yang manis dan berbunga-bunga, serta tangkas dalam menangkis beragam pertanyaan yang datang bertubi-tubi. Namun, sesungguhnya bagaimana kata-katanya itu diwujudkan secara nyata di hadapan rakyatnya. Karena, banyak orang yang tampak amat loyal dan sangat patriotik terhadap bangsa ini- sebagaimana tecermin dari kata-katanya-tapi mereka tak lebih dari orang-orang oportunis yang hanya mementingkan diri sendiri dan kelompoknya saja, serta merugikan bangsa pula.”
Kelima, jangan menulis tema yang sudah diangkat oleh penulis lain. Sederhana memang, namun jika tak diindahkan fatal akibatnya. Alhasil, tulisan yang diagang-gadang merupakan karya terbaik yang pernah dibuat dalam konteks untuk kolom Hikmah, yang ada hanya ngenden di email redaksinya. Kan, nggak lucu. Makanya, disinilah pentingnya memelototi http://apepherya.com/wp-content/uploads/2011/07/rubrik-hikmah-republika.jpgsetiap hari supaya kita tahu siapa saja dan tema apa saja yang sudah pernah dimuat. Ada banyak cara supaya kita selalu tahu tulisan dengan judul dan tema apa yang sudah pernah dimuat, meski sedikit perlu perjuangan, mulai dari datengin tukang koran setiap hari (meski nggak beli), langganan koran (kalau kuat bayar, khususnya buat mahasiswa dan mental orang Indonesia yang senengnya gretongan melulu), sampai nongkrong atau bahkan punya pacar tukang jaga warnet untuk selalu update kolom Hikmah Republika, dan banyak lagi. Yah, butuh perjuangan memang karena kalau tak berjuang, bukan hidup namanya kawan!!
Keenam, (kalau bisa) Anda kenal dengan redaktur atau wartawannya. Bukan untuk KKN tentunya. Logika sederhananya, mana yang akan Anda utamakan: teman Anda atau orang yang sama sekali tidak Anda dikenal? Tentu teman Anda, bukan? Nah, logika ini saya fikir lumayan pas untuk menggambarkan jalinan relasi antara redaktur-penulis. Kenal disini bukan berati akrab atau mesti tatap muka. Manfaatkanlah jejaring sosial seperti email, facebook, twitter, blog, dsb. Atau, tak ada salahnya Anda gabung ddan cuap-cuap di milis-milis para redaktur/wartawan. Dan, kalau sempat Anda juga bisa datang ke kantornya.
Dulu, saya lumayan sering datang ke kantor Republika (ambil honor dan pernah juga ikut seminar wakilin dosen). Disitu kan, kita bisa banyak kenal “orang dalem” Republika sendiri. Bahkan, saya pernah ditawari buat jadi wartawannya, namun karena belum lulus kuliah, so nggak jadi dechhh…
Ketujuh, tulislah dengan bahasa sederhana namun mengena. Jangan pakai kalimat atau kata-kata yang njlimet karena bukan disitu tempatnya. Hikmah bukan buat sastrawan atau penyair yang perlu tujuh kali mikir dan baca hanya untuk mencerna apa maksudnya laiknya tulisan-tulisannya Goenawan Muhammad di “Caping” Majalah TEMPO, Budiarto Danujaya yang membaca tulisannya bikin pusing tujuh keliling hanya untuk mengerti satu frase saja, atau Arswendo Atmowiloto yang banyak banyolannya. Bukan, bukan itu! Melainkan bergaya agak resmi, mengena dan tetap sederhana. Bingung kan, membayangkannya?
Kedelapan, ini hal teknis, usahakan kirim lewat email dan waktunya antara ba’da dhuhur sampai ba’da ashar, lah. Lho kok? Opo mene? Biasanya para redaktur yang terhormat akan membuka emailnya pada jam-jam segitu. Makanya, supaya email Anda yang paling atas tumpukannya, kirimlah di waktu yang tepat dan bisa langsung dibuka duluan oleh redaktur. Kalau sesuai, ya dimuat deh!
Kesembilan, ini diluar teknis, berdoa, berdoa dan berdoa. Kan faham semuanya, bahwa usaha tanpa doa sama saja SOMBONG. Sebaliknya doa tanpa usaha sama saja dengan BOHONG dan BODONG! Jadi, terapkanlah usaha dan doa itu!
Terakhir, menulis, menulis dan menulis. Tak ada kesuksesan yang bisa diraih sekejap mata. Segalanya perlu proses dan proses. Mungkin pertama kali, tulisan Anda ditolak redaktur. Itu wajar. Kedua, ketiga, sampai ketujuh kalinya masih juga ditolak. Itu juga wajar lah. Tolong, tanamkan bahwa yang menjadi orientasi penulis bukanlah semata hasil, melainkan yang lebih penting proses. So, tetaplah berproses.
NB; sebagai penyemangat, honor tulisan di Rubrik Hikmah Republika sebesar Rp 200 ribu, dipotong pajak 6%. Tak besar memang, namun jika dimuat, tulisan Anda akan dicetak sebanyak oplah harian Republika yang puluhan ribu eksemplar. Dan berarti puluhan ribu orang juga yang akan baca tulisan Anda. Bukankah, disitulah letak kebahagiaan seorang penulis: ketika tulisannya dibaca orang, bahkan bisa sampai memberikan manfaat, bukan?
Nah, selamat berjuang dengan PENA-mu dan semoga membantu!!! Ikuti terus update tulisan mengenai media di website ini yang Insya Allah akan dilakukan secara berkala.

Rabu, Juni 27, 2012 | 8 komentar | Read More

Tips Resensi Buku Dimuat “PERADA” Koran Jakarta


Tips Resensi Buku Dimuat “PERADA” Koran Jakarta


Salam hangat blogger semua!
http://apepherya.com/wp-content/uploads/2011/09/perada-koran-jakarta.jpgSudahkah tulisan teman-teman dimuat di Perada Koran Jakarta (Kojak)? Atau sudahkah Anda mengirimkan tulisan resensi buku di tajuk Perada Kojak? Pertanyaan ini penting diajukan supaya nyambung dengan apa yang saya tuliskan disini.
Setelah beberapa waktu lalu saya nulis postingan tentang cara menulis Tips Tulisan Nangkring di “Suara Mahasiswa” SINDO dan Tips Tulisan Dimuar Rubrik “Hikmah” Republika, kali ini saya tergerak untuk membagi trik-trik tulisan resensi yang kita tulis sehingga bisa dimuat Kojak (berdasarkan pengalaman tentunya). Bukan hanya itu, ada trik lainnya yang lumayan secret yang juga akan saya beberkan. Jadi tetap lanjutkan membaca postingan ini.
Sebelumnya saya ulas dulu bahwa Kojak membuka ruang bagi penulis luar untuk memasukkan tulisannya di (1) Opini dan (2) Perada. Nah, yang ingin saya bahas adalah point yang ke-2-nya tentang nulis di Perada (untuk point ke-1 insya Allah lain waktu akan saya ulas juga). Pertanyaannya, sulitkah nulis resensi untuk Perada?
Jawabannya bisa iya, bisa juga tidak. Iya bagi mereka yang belum terbiasa nulis, dan tidak, tentunya bagi yang sudah terbiasa nulis (terlebih nulis resensi buku seperti beberapa teman saya: Ali Rif’an, Almuttaqien, Gufron Hidayat, dan teman-teman lainnya). Nulis resensi di Koran Jakarta bisa dibilang lebih sederhana dibandingkan dengan nulis resensi di koran-koran lainnya seperti: Sindo, Kompas, Tempo, dll. Mengapa?
Pertama, jumlah karakter tulisan di Perada Kojak ini lebih sedikit (ya antara 2500 sd 3000 karakter sudah bisa dimuat). Kedua, dengan ulasan yang tak terlalu panjang, tak terlalu detil, dan kurang tajam sekalipun kemungkinan masih bisa dimuat asalkan bukunya up-to-date (belum pernah diresensi orang), momentumnya pas, dan Anda sedang lucky(beruntung).
Ok, langsung aja saya ulas tips dan triknya.
Pertama, cari buku yang belum diresensi oleh orang lain. Caranya gimana? Temen-temen bisa pantengin korannya setiap hari (jadi bisa tahu buku apa saja yang sudah pernah dimuat), atau ketikkan keyword buku yang kita bidik (bisa dari judul buku atau penulis buku tersebut) di websitenya: www.koran-jakarta.com. Kalau no data berarti buku yang dibidik itu belum pernah dimuat dan Anda pun bisa langsung meresensinya. Namun jika sebaliknya, Anda kudu cari buku yang lain.
Dalam konteks ini, Anda bisa menyiasatinya dengan mencari buku-buku baru di toko buku online seperti belbuk.com, bukukita.com, mizan.com, gramedia.com, dsb. Setelah menemukan buku mana yang akan dibidik, maka copy pasteseluruh data-data terkait dengan buku tersebut untuk bahan utama resensi (khusus untuk cover buku dari belbuk.com atau bukukita.com biasanya ada cap atau simbol belbuk dan buku kita. Kan tidak lucu cata cover buku yang dikirim ke redaksi ada cap atau simbol buku kita atau belbuknya. Makanya cari cover buku tersebut di mbah google images saja).
Kedua, kalau memungkinkan dapatkan momentum yang tepat. Misalkan, ketika akan menghadapi tanggal 17 Agustus tiba dimana kemerdekaan RI akan dirayakan, maka siapkan sedini mungkin buku-buku yang membahas soal perjuangan kemerdekaan, cerita kepahlawanan, dll. Sepanjang yang saya tahu, trik ini cukup mujarab dan ampuh (hal ini juga berlaku ketika Anda menulis artikel).
Ketiga, prioritaskan meresensi buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit besar seperti Gramedia, Mizan, Kompas, dsb. Kok bisa gitu? Meskipun bukan jaminan, namun setidaknya pengalaman saya telah membuktikan keampuhan jurus ini. Alasannya bisa jadi, pihak Kojak telah melakukan deal dengan penerbit-penerbit besar tersebut untuk membantu promosi buku-buku mereka dan Kojak sendiri mendapatkan “reward” dari mereka.
Keempat, tulisan resensi tak usah panjang-panjang (antara 2500 sd 3000 karakter) dan sebisa mungkin gunakan bahasa yang standar-standar saja dan tidak njelimet. Mengapa demikian? Pasalnya, menurut teman saya, pernah ada mahasiswa UGM yang resensinya langganan Tempo, ketika nulis di Kojak, eh malah ditolak. Alasannya, bahasanya terlalu tinggi dan njelimet (tahu sendiri kan standarnya Tempo?).
Prinsipnya, resensi di Kojak hanya sebatas membeberkan informasi dari buku yang diresensi, makanya tak perlu mengulasnya secara mendalam, cukup hal-hal yang “di permukaannya” saja.
Kelima, sebisa mungkin dalam tubuh tulisan, Anda mencantumkan nomor halaman untuk menambah kevalidan dan sekaligus sebagai bukti bahwa Anda memang benar-benar membaca buku tersebut (sekalipun tak mempunyainya, alias pinjam, atau cuma baca resensi orang lain, hehe).
Keenam, jangan lupa mencantumkan data buku mulai dari gambar cover, nama penulis, judul, tahun terbit, penerbit, jumlah halaman, harga secara detil.
Ketujuh, kirimkan resensi tersebut ke redaksi@koran-jakarta.com sebelum dhuhur (hal ini untuk memastikan tulisan sampai ke meja redaktur sebelum mereka membahas dan menentukan pemuatan tulisan baik Opini maupun Perada keesokan harinya). Untuk pemuatan hari Senin, Anda bisa menyiasatinya dengan mengirimkan tulisan di Sabtu Sore, Minggu malam, atau Minggu pagi).
Kedelapan, kirimkan tulisan di attachment file (jangan di badan email) terdiri dari tulisan itu sendiri dan biodata Anda (sebisa mungkin yang relevan dengan judul buku yang dibahas). Dan di badan emailnya pakailah sedikit kata pengantar, misalnya:
Kepada Yth Redaktur
Di Tempat
Perkenalkan saya Nama Anda, profesi Anda. Di attachment file sudah saya lampirkan tulisan berjudul A yang diterbitkan oleh B. semoga bisa dimuat di Harian Ternama (strategi untuk memikat hati redaktur dengan menyanjungnya) Koran Jakarta.
Terima kasih,
Kesembilan, perbanyaklah berdoa supaya resensi yang telah Anda kirimkan tersebut bisa dimuat.
Tambahan informasi: Kojak akan memberikan honor sebesar Rp. 300.000 (dipotong pajak 6%) kepada setiap tulisan Perada yang dimuat. Biasanya honor akan dikirimkan dalam tempo 3 minggu (tepat waktu) tanpa Anda menelepon untuk menanyakan kapan honor tersebut dikirim sekalipun. So, lumayan kan buat bayar kuliah, traktir teman, beli buku baru, apalagi kalau tulisan resensi Anda bisa nangkring 2-4 kali dalam sebulan!
Salam menulis,

Rabu, Juni 27, 2012 | 2 komentar | Read More

Tips Tulisan Nangkring di “Suara Mahasiswa” Koran SINDO


Tips Tulisan Nangkring di “Suara Mahasiswa” Koran SINDO

Posted On Monday, 01 Aug 2011 By Apep. Under Newspaper Writer Tips  Tags: HonorMenulisPenulisSeputar Indonesia,Suara Mahasiswa  
http://apepherya.com/wp-content/uploads/2011/08/suara-mahasiswa-sindo-207x300.jpgMenulis bagi saya sudah bukan hanya soal hobi, tapi bisa juga sebagai gaya hidup (life style), bisa juga sekalian jati diri. Terkesan idealis mendekati membosankan memang, namun jika dijalani secara serius tapi tetap santai, ya tak ada problem.
Kebahagiaan seorang penulis, saya kira banyak orang yang sepakat, ketika buah fikirnya berupa karya tulis—dalam berbagai bentuknya, essei, opini, cerpen, novel, buku, dsb—bisa diakses orang. Ada sejuta manfaat ketika tulisan kita sudah bisa dinikmati publik. Tiga diantaranya yakni, pertama, gagasan kita (diharapkan) bisa memberikan manfaat, solusi, jalan keluar atau apapun namanya lagi bagi masyarakat. Jika itu yang terjadi, maka disitulah ladang amal kita. Bukankah hadis berkata, 3 hal amalan kita yang pahalanya tak putus sampai ajal menjemput sekalipun, salah satunya ilmu yang bermanfaat. Selanjutnya kita bedoa semoga apa yang kita sumbangkan lewat tulisan masuk dalam kategori “ilmu yang bermanfaat”.
Kedua, (poin dua dan tiga agak pragmatis ya) seiring dengan makin banyaknya tulisan ktia yang terakses publik maka bersiaplah untuk menjadi “selebritas intelektual” sekaligus “intelektual publik”. Meski bukan untuk diagulkan, namun sebutan demikian saya kira pantas disematkan kepada mereka yang concern terhadap gerakan society untuk perubahan bangsa yang lebih baik (begitu idealnya). Dengan nulis di koran misalnya, akan banyak masyarakat yang baca tulisan kita sebanyak eksemplar yang diproduksi korang tersebut tiap harinya.
Sebagai misal, katakanlah Kompas yang tirasnya sampai ratusan ribu eksemplar/ hari, maka jika tulisan kita masuk Kompas, sebanyak tiras Kompas itulah tulisan kita akan dibaca orang termasuk didalamnya ayah, ibu, kakek, nenek, sanak-saudara, teman, pacar, dst. Anda mau, kan, seperti itu?
Ketiga, kita bicara soal bonus (honor tulisan). Karena kali ini kita bahas soal rubrik Suara Mahasiswa (Suma) koran Seputar Indonesia, honornya juga harus honor “Suma” SINDO. Dulu (2 tahun lalu), ketika saya masih aktif nulis “Suma”, honornya Rp 100.000 (kemungkinan besar sekarang juga masih segitu). Lumayan buat beli soto puluhan mangkuk, traktir teman-teman, ngajak nonton pilem pacar di bioskop-bioskop kesukaan Anda, sampai ongkos mudik pake bus bumel.
Tak begitu besar memang honornya, tapi bukan disitu saya kira letak kepuasan yang sesungguhnya. Tapi lebih pada kepuasan bathin dimana bisa dikatakan ruang “Suma” sebagai “ruang pertarungan sesungguhnya” diantara para mahasiswa se-Indonesia. Fikir saja, “Suma” kan didedikasikan untuk menampung celotehan intelektual mahasiswa se-Nusantara ini, dimana “hukum rimba” dalam terma yang posistif terjadi. Siapa yang mantap tulisannya, maka ia-lah yang akan dimuat (dan tancapkan dalam hati, kalau dimuat berarti kita memenangkan “pertarungan” itu).
“Karier” nulis saya juga diawali dari kolom “Suma” SINDO 3 tahun yang lalu. Dan alhamdulillah sampai sekarang tetap nulis, malah dalam spektrum yang lebih luas lagi. Tapi, realitasnya yakni semuanya berawal dari kolom pinggir “Suma” dimana saya anggap—untuk semakin mematri ghiroh nulis saya—tak ubahnya catatan pinggirnya “Caping” Goenawan Muhammad di Majalah TEMPO (karena memang letak pemuatan kolom “Suma” juga dipinggir kolom utama. Alias kolom pinggiran. Hehe…
Dengan nulis dan mengirimkannya ke kolom “Suma” berarti Anda telah membuka pertarungan di jagat intelektual-akademis secara lintas-kampus: UI, UGM, IPB, ITB, UNPAD, UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, UIN-UIN laginnya di Indonesia, Andalas (nama kampus yang mahasiswanya lumayan mendominasi di kolom “Suma”). Andapun berhak menyeringaikan senyum atau bahkan terkekeh-kekeh tatkala tulisan Anda dijaring redaktur dan dimuat. Jika sudah demikian, bersiaplah untuk terkenal, dapat honor, jadi asistennya dosen, (bahkan) jadi pembicara, menduduki kursi teras di organisasi apapun yang Anda ikuti, dst sebagai implikasi dari menyematnya label “intelektual publik”.
Oke, tak ingin berpanjang kata, langsung aja kita bahas poin utama ditulisnya artikel ini: tips tulisan nangkring di “Suara Mahasiswa” kolom SINDO. Mohon maaf sebelumnya, bukan maksud menggurui, melainkan hanya sharingsaja dan semoga bermanfaat.
1). Beda dengan jenis tulisan lainnya, “Suma” terikat dengan tema tulisan yang ditentukan oleh koran SINDO sendiri. Biasanya tema akan berganti seminggu sekali. Jadi satu tema berlaku untuk satu minggu. Lantas, apa yang harus Anda lakukan? Ya, nulis sesuai dengan tema yang diberikan/disodorkan oleh SINDO.
suara mahasiswa honorPenentuan tema ini biasanya mengikuti eskalasi isu yang tengah terjadi. Misalnya, ketika isu yang berkembang tentang KPK maka redaksi pun biasanya akan menyodorkan tema “Suma” tak jauh dari isu itu. Tulisan saya yang pertama masuk ke Suma SINDO judulnya “Hentikan Tangis di Gaza” karena isu yang mutakhir kala itu ya perang abadi Israel-Palestina.
Dalam konteks ini, Anda bisa menyiasatinya dengan memperkirakan kapan redaksi akan mengeluarkan tema baru. Misalnya, redaksi keluarkan tema hari Senin. Maka Anda harus stand bye dari pagi hari Senin itu untuk check tema apa yang sodorkan. Setelah tahu langsung Anda tulis, dan secepatnya dikirimkan. Dengan melakukan itu, Anda paling tidak telah memiliki dua keuntungan. Pertama, dianggap rajin oleh redaktur dan bisa saja akan “dispesialkan” apalagi jika selalu Anda yang utama dan pertama mengirimkan tulisan.
Kedua, biasanya di hari pertama keluarnya tema baru belum banyak orang lain yang kirimkan tulisan. Jadinya, persaingannya belum terlalu berat dan jika kualitas tulisan Anda bagus maka akan langsung dimuat keesokan harinya.
2). Tulislah dengan judul yang unik, mengena, bahkan sedikit menyentil. Perhatikan judul tulisan saya yang dimuat SINDO, “Membangun Konstelasi Koalisi-Oposisi yang Ideal”. Angker, kan? Terlihat kesan akademis, mantap, brilian, meskipun isinya biasa-biasanya saja. Tapi, ingat judul ibarat bagian depan diri Anda. Jika terlihat eye-catching, elegan, atau bahkan sedikit udik, maka hal itu jauh akan menimbulkan kesan yang lebih mendalam dibanding Anda memasang “wajah” yang standar-standar saja. Atau ekstremnya, judul yang aneh, provokatif dan lain dari yang lain akan sulit dilupakan dan membuat kepenasaran redaktur semakin membuncah dan tak sabar lagi untuk membacanya.
Atau, perhatikan judul lain, “Mungkinkah Ada Bank Dhuafa?”. Menurut Anda mungkin nggak ada bank dhuafa? Ya, mungkin-mungkin saja, kenapa nggak? Tapi, ada syaratnya, yaitu ketika bankir-bankir kita mempunyai hati setulus M Yunus di Bangladesh yang bikin The Grameen Bank untuk kaum miskin, dhuafa, melarat, marjinal dan sebangsanya. Tapi, melihat realitas yang ada, mendirikan bank dhuafa di Indonesia menjadi sedikit mustahil karena nyatanya nggak ada tuh bank-bank yang peduli nasib orang miskin. Jangankan orang miskin, UKM-UKM saja kesulitan mengakses dana perbankan, kecuali digedor-gedor pemerintah supaya membantu.
Jadi, sesuai kondisi, judul “Mungkinkah Ada Bank Dhuafa?” menjadi relevan kan? Silakan Anda latihan buat judul sendiri yang unik, menarik, bombastis, fantastis. Karena jujur saja, salah satu kekuatan tulisan-tulisan saya kenapa sampai diperhatikan redaktur adalah judulnya yang lumayan elegan, unik dan memiliki karakter. Perhatikan: “Dinamika Politik yang “Liar” (dimuat media lokal Banjar-Jabar), “Kata Tanpa Pahala” (dimuat Rubrik Hikmah Republika), “Membangun Budaya Kritik-Solutif” (dimuat SINDO), “Malaysia, Ada Apa Denganmu?” (dimuat Pelita), dll.
3). Usahakan tulisan maksimal 1 lembar, atau 400-550 kata, atau 3000-3500 karakter karena ruang yang disediakannya juga segitu. Lagian tulisan panjang-pendek sama aja honornya, hehe…
Tapi, ingat juga jangan terlalu pendek. Jangan sampai redaktur nambahin sendiri (syukur kalau mau). Meski ringkas, namun tetap padat, berisi, to the point, dan sistematis.
4). Gunakan data yang lengkap, valid, dan terverifikasi dengan baik. Jangan Anda nulis di tahun 2011, tapi masih gunakan data tahun 1990-an misalnya. Kan, nggak up to date. Melek bro, jaman sudah berubah.
5). Sisipkan (kalau perlu) kata-kata/ frase berpengaruh dari para filosof, teolog, ekonom, pemimpin dunia, dsb. Bisa diletakkan di awal (pembuka) tulisan, di tengah atau di ujung tulisan. Tentunya, mesti yang relevan ya.
Misalnya:
Seorang penyair memegang teguh tradisinya dan menghindari internasionalisme.
— Salvatore Quasimodo
6). “Bermain-mainlah” dengan kata. Hal ini penting untuk “meneror” redaktur. Maksudnya, supaya redaktur terkesima membaca tulisan kita dan tanpa pertimbangan yang detil langsung dimuat. Untuk lebih jauh coba perhatikan tulisan-tulisannya Yudi Latief, Bandung Mawardi, Goenawan Muhammad, Budiarto Danujaya, atau dari kalangan mahasiswa coba telaah tulisan Dedik Priyanto (cari saja di google), A. Musthofa Haroen, dan banyak lagi teman lainnya sesama penulis “Suma” Sindo.
7). Jika belum dimuat, jangan putus asa. Coba dan coba lagi. Perkiraan saya, 2-3 hari dari hari dimana pertama kali Anda mengirimkan tulisan adalah tempo nasib tulisan Anda akan dimuat atau tidak. Gini saja patokannya, kalau 2 hari setelah Anda mengirimkan tulisan belum juga nongol, langsung bikin lagi saja tulisan berbeda dengan tema sama. Lalu kirimkan lagi. Anda masih punya waktu sampai seminggu umur tema itu.
Jadi, dalam semingu (atau satu tema) Anda bisa nulis 2-3 kali jika masih belum juga dimuat. Terus saja proses itu lakukan dengan tema-tema yang lainnya.
8). Kirimlah tulisan jika sudah benar-benar siap. Maksud saya, setelah 2-3 kali pengecekan baru tulisan sudah bisa dikirimkan. Prinsipnya begini, tulisan yang sudah selesai diamkan dulu setengah jam sampai satu jam. Setelah itu, periksa lagi khawatir masih ada yang keselip kata, salah kata, atau kalimat yang kurang.
Saya setuju dengan prinsip seorang teman, jangan menulis sambil mengedit. Artinya, tulislah apa yang ada di kepalamu, secara cepat, biarkan jangan dibatasi. Setelah itu, baru lakukanlah pengeditan.
9). Kirimlah tulisan diwaktu-waktu redaktur jadwalnya buka email kiriman dari penulis luar, pembaca, dsb. Menurut beberapa teman, biasanya itu terjadi setelah makan siang sekitar ba’da dhuhur sampai menjelang maghrib. Tapi, saya selalu mengantisipasi mengirimkan tulisan sebelum waktu dhuhur.
10). Kirimkan tulisan di attachment file (jangan di badan email) dengan format: Kolom Suara Mahasiswa: (judul tulisan Anda). Tujuannya supaya rdaktur bisa langsung tahu apa judul dan pekiraan isi dari artikel Anda walaupun hanya membaca sekilas. Hal ini untuk mensiasati kebiasaan redaktur yang secara umum memprioritaskan penulis yang “sudah punya nama”, penulis “senior” dan istilah-istilah lainnya. Makanya, didisitulah letak sihir sebuah judul artikel kita.
11). Berdoa dan tawakal. Ingat, kalau dimuat sisihkan sebagian honor untuk sedekah. Oia, honornya akan dibayarkan sebulan pasca tulisan kita dimuat. Nggak apa itung-itung “simpan-lupa”.
Akhirul kata, semoga bermanfaat!


Rabu, Juni 27, 2012 | 0 komentar | Read More

Proyek Buku Gotong-Royong



Dan… sambutlah! PBGR Kloter SEBELAS!

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam pena!

 PBGR atau Proyek Buku Gotong-Royong adalah sebuah wadah bagi para penulis pemula untuk berkarya. Sebuah wadah dari, oleh dan untuk para peminat literasi Indonesia.

Selama ini, PBGR bergiat mengumpulkan naskah cerita pendek (cerpen) dari para anggota dan menerbitkannya melalui jasa penerbit indie dengan biaya yang ditanggung bersama-sama alias gotong-royong. Kebanggaan bagi penulis pemula ketika memegang buku yang di dalamnya terdapat karya cerpen hasil jerih pikirnya.

Siapa pun bisa mewujudkan mimpi menerbitkan cerpennya di sini! Dan, sambutlah: PBGR Format Baru!

1. Untuk mendapatkan jatah kuota, silakan SMS ke 08995374205 dengan format: PBGR11#Nama asli#Nama pena#Nama FB#Alamat lengkap dengan kode pos, contoh: PBGR11#Wakhid Syamsudin#Suden Basayev#Suden Basayev#Sidowayah RT 01/06 Ngreco, Weru, Sukoharjo 57562.

2. Ketik cerpen dalam file .doc A4 MS Word, Times New Roman 12 spasi 1,5 sejumlah 2-8 halaman. Tuliskan biodata narasi di bawah naskah.

3. Kirim cerpen via email ke buku.gotongroyong@yahoo.co.id. Deadline 5 hari setelah Anda terdaftar.

4. Dana kontribusi Rp.60.000; ditransfer ke rekening BCA yang diberitahukan setelah Anda terdaftar. Dana digunakan untuk biaya lay out dan desain sampul serta pengadaan bukti terbit (baca poin 6).

5. Satu buku berisi 10 penulis. Diterbitkan secara indie, dijual online.

6. Penulis mendapat jatah 1 buku bukti terbit dikirim ke alamat masing-masing. Dana poin 4 sudah termasuk ongkos kirim via jasa Pos biasa, alamat di Indonesia.

7. Untuk sedikit kompetisi, 1 cerpen terbaik dijadikan judul buku.

8. Nama 3 penulis dengan karya terpilih dicantumkan di sampul depan.

9. Untuk mempermudah komunikasi, silakan add FB Suden Basayev (http://www.facebook.com/suden.basayev), bergabung grup FB Proyek Buku Gotong-Royong (http://www.facebook.com/groups/111928912225337/) dan follow blog http://proyekbukugotongroyong.blogspot.com/.

10. Royalti tidak dibagikan, tapi untuk kas grup, yang insya Allah pemanfaatannya juga untuk kepentingan bersama.

11. Bantu sebarkan info ini, ya, lewat notes FB ataupun blog!

12. Ada yang masih kurang jelas? Tanyakan saja via SMS ke 08995374205.

Selamat berkarya!

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Rabu, Juni 27, 2012 | 0 komentar | Read More

EVENT MENULIS “SAY NO TO TATTOO”, deadline 1 agustus 2012


EVENT MENULIS “SAY NO TO TATTOO”, deadline 1 agustus 2012

Kebahagiaan itu sementara begitu juga dengan hidup di dunia. Nyawa, harta, fasilitas merupakan pinjaman dari Tuhan Yang Maha Esa suatu hari pasti akan diambil kembali. Pernahkah kalian melihat atau mendengar orang-orang di maya maupun nyata. Seorang artis, pejabat, orang awam, atau teman kita sendiri yang bergambar permanent alias BERTATTOO?

Suatu ketika saya melihat acara HITAM PUTIH yang di Host-kan oleh Deddy Corbuzer, nah bintang tamunya Kirana Larasati dan Nikita Mirzani. Dunia artis yang terlihat glamor dan penuh hiburan ternyata di balik kehidupan nyata mereka, tersimpan kisah yang sangat menyedihkan. Contohnya, Kirana Larasati sewaktu kecil, Ayah tirinya rela berpura-pura terserempet mobil demi mendapatkan uang ganti rugi untuk membeli susu anaknya dan juga Nikita Mirzani yang kehidupan keluarganya tidak harmonis, kurang perhatian dari Ayahnya. Demi melampiaskan kesedihannya itu mereka men-tattoo tubuhnya. Selain biar terlihat wanita yang kuat mereka juga merasa bahwa kesedihannya bisa berkurang.

Namun sekarang mereka menyesal. Dengan bertahap satu persatu hiasan di tubuhnya itu dihapus menggunakan laser. Meski sakitnya lebih terasa dbandingkan dengan pembuatannya tapi mereka tidak mundur dengan niatnya. Selain usia yang mendewasakan mereka, bahwasannya ber-tattoo tidak menjamin kebahagiaan batin. Dengan butiran air mata dari kedua artis tersebut, Nikita Mirzani bilang, ”Jika Mamanya masih hidup pasti beliau akan bahagia melihat perubahan dari anaknya yang sudah membaik dari pakaian dan juga salatnya.”*Kurang lebih begitu.



Begitu juga dengan Kirana Larasati yang awalnya mendapatkan penolakan dari keluarganya dengan cara penampilannya yang berubah lebih baik tapi insya Allah sekarang sudah diterima dengan baik. Ada orang yang dulunya tidak baik tapi berubah untuk lebih baik, tapi malah dibilang munafik yah itulah manusia.

Hidup tak perlu ber-tattoo, ahh … agar terlihat sangar.

************

Masih bingung nggak dengan petikan cerita di atas? Saya mau mengadakan even lomba ngonoh, loh ….

Baca persyaratannya:



Tema: SAY NO TO TATOO

    Judul bebas: Berupa cerpen ataupun Flash True Story (FTS) Tidak mengandung sara dan pornografi.
    Times New Roman 12 spasi 1,5 margin 3333 panjang naskah 4-6 halaman. Perhatikan EYD.
    Buat pengumuman lomba di FB kamu lalu sebarkan info lomba ini kepada 15 teman di FB dan berteman dengan Anung D’Lizta/De Lizta.
    Naskah di terima paling lambat tgl 1 Agustus 2012 pukul 00:00 WIB
    Setiap peserta hanya boleh mengirimkan satu naskah terbaiknya. Kirim ke email: anungdel1627@gmail.com dengan SUBJEK: SAY NO TO TATTOO-Nama Penulis. Sertakan biodata narasi mak 80 kata juga cantumkan (No HP-Alamat-Nama FB) di bagian akhir naskah, jangan dipisah. Naskah file: Judul-Nama Penulis.
    25 naskah terpilih akan dibukukan.



Persayaratan naskah yang lolos:

1. Invest Rp 50,000 mendapatkan 1 buku terbit

2. Mendapatkan royalti

3. 3 Naskah terbaik mendapatkan pulsa Rp 50,000

Bagi yang tidak mau invest:

1. Mendapatkan 1 buku terbit (hanya membayar ongkos kirim)

2. Tidak dapat royalti.

3. Jika masuk naskah terbaik tidak mendapatkan pulsa.

Nah, sudah jelas belum? kalau kurang paham bisa ditanyakan.

*Semoga ini adalah salah satu kampanye anak Indonesia untuk bersih dari ber-tattoo.

*Ber-tattoo bukan berarti hatinya tidak baik, namun *Red (Muslim) bukankah menghalangi jalannya air wudhuk dan salat kita tidak sah.

*Semoga kisah dua artis di atas mendapatkan dukungan dari masyarakat luas.

Rabu, Juni 27, 2012 | 0 komentar | Read More