Tips
Tulisan Nangkring di “Suara Mahasiswa” Koran SINDO
Posted On Monday, 01 Aug
2011 By Apep. Under Newspaper Writer Tips Tags: Honor, Menulis, Penulis, Seputar Indonesia,Suara Mahasiswa
Menulis bagi saya sudah bukan hanya soal
hobi, tapi bisa juga sebagai gaya hidup (life style), bisa juga sekalian
jati diri. Terkesan idealis mendekati membosankan memang, namun jika dijalani
secara serius tapi tetap santai, ya tak ada problem.
Kebahagiaan seorang penulis, saya kira
banyak orang yang sepakat, ketika buah fikirnya berupa karya tulis—dalam
berbagai bentuknya, essei, opini, cerpen, novel, buku, dsb—bisa diakses orang.
Ada sejuta manfaat ketika tulisan kita sudah bisa dinikmati publik. Tiga
diantaranya yakni, pertama, gagasan kita (diharapkan) bisa memberikan manfaat,
solusi, jalan keluar atau apapun namanya lagi bagi masyarakat. Jika itu yang
terjadi, maka disitulah ladang amal kita. Bukankah hadis berkata, 3 hal amalan
kita yang pahalanya tak putus sampai ajal menjemput sekalipun, salah satunya
ilmu yang bermanfaat. Selanjutnya kita bedoa semoga apa yang kita sumbangkan
lewat tulisan masuk dalam kategori “ilmu yang bermanfaat”.
Kedua, (poin dua dan tiga agak pragmatis
ya) seiring dengan makin banyaknya tulisan ktia yang terakses publik maka
bersiaplah untuk menjadi “selebritas intelektual” sekaligus “intelektual
publik”. Meski bukan untuk diagulkan, namun sebutan demikian saya kira pantas
disematkan kepada mereka yang concern terhadap gerakan society untuk
perubahan bangsa yang lebih baik (begitu idealnya). Dengan nulis di koran
misalnya, akan banyak masyarakat yang baca tulisan kita sebanyak eksemplar yang
diproduksi korang tersebut tiap harinya.
Sebagai misal, katakanlah Kompas yang tirasnya
sampai ratusan ribu eksemplar/ hari, maka jika tulisan kita masuk Kompas,
sebanyak tiras Kompas itulah tulisan kita akan dibaca orang termasuk didalamnya
ayah, ibu, kakek, nenek, sanak-saudara, teman, pacar, dst. Anda mau, kan,
seperti itu?
Ketiga, kita bicara soal bonus (honor
tulisan). Karena kali ini kita bahas soal rubrik Suara Mahasiswa (Suma) koran
Seputar Indonesia, honornya juga harus honor “Suma” SINDO. Dulu (2 tahun lalu),
ketika saya masih aktif nulis “Suma”, honornya Rp 100.000 (kemungkinan besar
sekarang juga masih segitu). Lumayan buat beli soto puluhan mangkuk, traktir
teman-teman, ngajak nonton pilem pacar di bioskop-bioskop kesukaan Anda, sampai
ongkos mudik pake bus bumel.
Tak begitu besar memang honornya, tapi
bukan disitu saya kira letak kepuasan yang sesungguhnya. Tapi lebih pada
kepuasan bathin dimana bisa dikatakan ruang “Suma” sebagai “ruang pertarungan
sesungguhnya” diantara para mahasiswa se-Indonesia. Fikir saja, “Suma” kan
didedikasikan untuk menampung celotehan intelektual mahasiswa se-Nusantara ini,
dimana “hukum rimba” dalam terma yang posistif terjadi. Siapa yang mantap
tulisannya, maka ia-lah yang akan dimuat (dan tancapkan dalam hati, kalau
dimuat berarti kita memenangkan “pertarungan” itu).
“Karier” nulis saya juga diawali dari
kolom “Suma” SINDO 3 tahun yang lalu. Dan alhamdulillah sampai sekarang tetap
nulis, malah dalam spektrum yang lebih luas lagi. Tapi, realitasnya yakni
semuanya berawal dari kolom pinggir “Suma” dimana saya anggap—untuk semakin
mematri ghiroh nulis saya—tak ubahnya catatan pinggirnya “Caping” Goenawan
Muhammad di Majalah TEMPO (karena memang letak pemuatan kolom “Suma” juga
dipinggir kolom utama. Alias kolom pinggiran. Hehe…
Dengan nulis dan mengirimkannya ke kolom
“Suma” berarti Anda telah membuka pertarungan di jagat intelektual-akademis
secara lintas-kampus: UI, UGM, IPB, ITB, UNPAD, UIN Jakarta, UIN Yogyakarta,
UIN-UIN laginnya di Indonesia, Andalas (nama kampus yang mahasiswanya lumayan
mendominasi di kolom “Suma”). Andapun berhak menyeringaikan senyum atau bahkan
terkekeh-kekeh tatkala tulisan Anda dijaring redaktur dan dimuat. Jika sudah
demikian, bersiaplah untuk terkenal, dapat honor, jadi asistennya dosen,
(bahkan) jadi pembicara, menduduki kursi teras di organisasi apapun yang Anda
ikuti, dst sebagai implikasi dari menyematnya label “intelektual publik”.
Oke, tak ingin berpanjang kata, langsung
aja kita bahas poin utama ditulisnya artikel ini: tips tulisan nangkring di
“Suara Mahasiswa” kolom SINDO. Mohon maaf sebelumnya, bukan maksud menggurui,
melainkan hanya sharingsaja dan semoga bermanfaat.
1). Beda dengan jenis tulisan lainnya,
“Suma” terikat dengan tema tulisan yang ditentukan oleh koran SINDO sendiri.
Biasanya tema akan berganti seminggu sekali. Jadi satu tema berlaku untuk satu
minggu. Lantas, apa yang harus Anda lakukan? Ya, nulis sesuai dengan tema yang
diberikan/disodorkan oleh SINDO.
Penentuan tema ini
biasanya mengikuti eskalasi isu yang tengah terjadi. Misalnya, ketika isu yang
berkembang tentang KPK maka redaksi pun biasanya akan menyodorkan tema “Suma”
tak jauh dari isu itu. Tulisan saya yang pertama masuk ke Suma SINDO judulnya “Hentikan Tangis di Gaza” karena isu yang mutakhir kala itu ya
perang abadi Israel-Palestina.
Dalam konteks ini, Anda bisa
menyiasatinya dengan memperkirakan kapan redaksi akan mengeluarkan tema baru.
Misalnya, redaksi keluarkan tema hari Senin. Maka Anda harus stand bye dari
pagi hari Senin itu untuk check tema apa yang sodorkan.
Setelah tahu langsung Anda tulis, dan secepatnya dikirimkan. Dengan melakukan
itu, Anda paling tidak telah memiliki dua keuntungan. Pertama, dianggap rajin
oleh redaktur dan bisa saja akan “dispesialkan” apalagi jika selalu Anda yang
utama dan pertama mengirimkan tulisan.
Kedua, biasanya di hari pertama
keluarnya tema baru belum banyak orang lain yang kirimkan tulisan. Jadinya,
persaingannya belum terlalu berat dan jika kualitas tulisan Anda bagus maka
akan langsung dimuat keesokan harinya.
2). Tulislah dengan judul yang unik,
mengena, bahkan sedikit menyentil. Perhatikan judul tulisan saya yang dimuat
SINDO, “Membangun Konstelasi Koalisi-Oposisi yang Ideal”. Angker, kan? Terlihat
kesan akademis, mantap, brilian, meskipun isinya biasa-biasanya saja. Tapi,
ingat judul ibarat bagian depan diri Anda. Jika terlihat eye-catching,
elegan, atau bahkan sedikit udik, maka hal itu jauh akan menimbulkan kesan yang
lebih mendalam dibanding Anda memasang “wajah” yang standar-standar saja. Atau
ekstremnya, judul yang aneh, provokatif dan lain dari yang lain akan sulit
dilupakan dan membuat kepenasaran redaktur semakin membuncah dan tak sabar lagi
untuk membacanya.
Atau, perhatikan judul lain, “Mungkinkah Ada Bank Dhuafa?”. Menurut Anda mungkin nggak ada
bank dhuafa? Ya, mungkin-mungkin saja, kenapa nggak? Tapi, ada syaratnya, yaitu
ketika bankir-bankir kita mempunyai hati setulus M Yunus di Bangladesh yang
bikin The Grameen Bank untuk kaum miskin, dhuafa, melarat,
marjinal dan sebangsanya. Tapi, melihat realitas yang ada, mendirikan bank
dhuafa di Indonesia menjadi sedikit mustahil karena nyatanya nggak ada tuh
bank-bank yang peduli nasib orang miskin. Jangankan orang miskin, UKM-UKM saja
kesulitan mengakses dana perbankan, kecuali digedor-gedor pemerintah supaya
membantu.
Jadi, sesuai kondisi, judul “Mungkinkah
Ada Bank Dhuafa?” menjadi relevan kan? Silakan Anda latihan buat judul sendiri
yang unik, menarik, bombastis, fantastis. Karena jujur saja, salah satu
kekuatan tulisan-tulisan saya kenapa sampai diperhatikan redaktur adalah
judulnya yang lumayan elegan, unik dan memiliki karakter. Perhatikan: “Dinamika Politik yang “Liar” (dimuat media lokal
Banjar-Jabar), “Kata Tanpa Pahala” (dimuat Rubrik Hikmah Republika), “Membangun Budaya Kritik-Solutif” (dimuat SINDO), “Malaysia, Ada Apa Denganmu?” (dimuat Pelita), dll.
3). Usahakan tulisan maksimal 1 lembar,
atau 400-550 kata, atau 3000-3500 karakter karena ruang yang disediakannya juga
segitu. Lagian tulisan panjang-pendek sama aja honornya, hehe…
Tapi, ingat juga jangan terlalu pendek.
Jangan sampai redaktur nambahin sendiri (syukur kalau mau). Meski ringkas,
namun tetap padat, berisi, to the point, dan sistematis.
4). Gunakan data yang lengkap, valid,
dan terverifikasi dengan baik. Jangan Anda nulis di tahun 2011, tapi masih
gunakan data tahun 1990-an misalnya. Kan, nggak up to date. Melek
bro, jaman sudah berubah.
5). Sisipkan (kalau perlu) kata-kata/
frase berpengaruh dari para filosof, teolog, ekonom, pemimpin dunia, dsb. Bisa
diletakkan di awal (pembuka) tulisan, di tengah atau di ujung tulisan.
Tentunya, mesti yang relevan ya.
Misalnya:
Seorang penyair
memegang teguh tradisinya dan menghindari internasionalisme.
— Salvatore
Quasimodo
6). “Bermain-mainlah” dengan kata. Hal
ini penting untuk “meneror” redaktur. Maksudnya, supaya redaktur terkesima
membaca tulisan kita dan tanpa pertimbangan yang detil langsung dimuat. Untuk
lebih jauh coba perhatikan tulisan-tulisannya Yudi Latief, Bandung Mawardi,
Goenawan Muhammad, Budiarto Danujaya, atau dari kalangan mahasiswa coba telaah
tulisan Dedik Priyanto (cari saja di google), A. Musthofa Haroen, dan banyak
lagi teman lainnya sesama penulis “Suma” Sindo.
7). Jika belum dimuat, jangan putus asa.
Coba dan coba lagi. Perkiraan saya, 2-3 hari dari hari dimana pertama kali Anda
mengirimkan tulisan adalah tempo nasib tulisan Anda akan dimuat atau tidak.
Gini saja patokannya, kalau 2 hari setelah Anda mengirimkan tulisan belum juga
nongol, langsung bikin lagi saja tulisan berbeda dengan tema sama. Lalu
kirimkan lagi. Anda masih punya waktu sampai seminggu umur tema itu.
Jadi, dalam semingu (atau satu tema)
Anda bisa nulis 2-3 kali jika masih belum juga dimuat. Terus saja proses itu
lakukan dengan tema-tema yang lainnya.
8). Kirimlah tulisan jika sudah
benar-benar siap. Maksud saya, setelah 2-3 kali pengecekan baru tulisan sudah
bisa dikirimkan. Prinsipnya begini, tulisan yang sudah selesai diamkan dulu
setengah jam sampai satu jam. Setelah itu, periksa lagi khawatir masih ada yang
keselip kata, salah kata, atau kalimat yang kurang.
Saya setuju dengan prinsip seorang
teman, jangan menulis sambil mengedit. Artinya, tulislah apa yang ada di
kepalamu, secara cepat, biarkan jangan dibatasi. Setelah itu, baru lakukanlah
pengeditan.
9). Kirimlah tulisan diwaktu-waktu
redaktur jadwalnya buka email kiriman dari penulis luar, pembaca, dsb. Menurut
beberapa teman, biasanya itu terjadi setelah makan siang sekitar ba’da dhuhur
sampai menjelang maghrib. Tapi, saya selalu mengantisipasi mengirimkan tulisan
sebelum waktu dhuhur.
10). Kirimkan tulisan di attachment file (jangan
di badan email) dengan format: Kolom Suara Mahasiswa: (judul tulisan Anda).
Tujuannya supaya rdaktur bisa langsung tahu apa judul dan pekiraan isi dari
artikel Anda walaupun hanya membaca sekilas. Hal ini untuk mensiasati kebiasaan
redaktur yang secara umum memprioritaskan penulis yang “sudah punya nama”,
penulis “senior” dan istilah-istilah lainnya. Makanya, didisitulah letak sihir
sebuah judul artikel kita.
11). Berdoa dan tawakal. Ingat, kalau
dimuat sisihkan sebagian honor untuk sedekah. Oia, honornya akan dibayarkan
sebulan pasca tulisan kita dimuat. Nggak apa itung-itung “simpan-lupa”.
Akhirul kata, semoga bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar