Cari Blog Ini


Tips Tulisan Nangkring di “Suara Mahasiswa” Koran SINDO

Written By Menulis untuk Kehidupan on Rabu, 27 Juni 2012 | Rabu, Juni 27, 2012


Tips Tulisan Nangkring di “Suara Mahasiswa” Koran SINDO

Posted On Monday, 01 Aug 2011 By Apep. Under Newspaper Writer Tips  Tags: HonorMenulisPenulisSeputar Indonesia,Suara Mahasiswa  
http://apepherya.com/wp-content/uploads/2011/08/suara-mahasiswa-sindo-207x300.jpgMenulis bagi saya sudah bukan hanya soal hobi, tapi bisa juga sebagai gaya hidup (life style), bisa juga sekalian jati diri. Terkesan idealis mendekati membosankan memang, namun jika dijalani secara serius tapi tetap santai, ya tak ada problem.
Kebahagiaan seorang penulis, saya kira banyak orang yang sepakat, ketika buah fikirnya berupa karya tulis—dalam berbagai bentuknya, essei, opini, cerpen, novel, buku, dsb—bisa diakses orang. Ada sejuta manfaat ketika tulisan kita sudah bisa dinikmati publik. Tiga diantaranya yakni, pertama, gagasan kita (diharapkan) bisa memberikan manfaat, solusi, jalan keluar atau apapun namanya lagi bagi masyarakat. Jika itu yang terjadi, maka disitulah ladang amal kita. Bukankah hadis berkata, 3 hal amalan kita yang pahalanya tak putus sampai ajal menjemput sekalipun, salah satunya ilmu yang bermanfaat. Selanjutnya kita bedoa semoga apa yang kita sumbangkan lewat tulisan masuk dalam kategori “ilmu yang bermanfaat”.
Kedua, (poin dua dan tiga agak pragmatis ya) seiring dengan makin banyaknya tulisan ktia yang terakses publik maka bersiaplah untuk menjadi “selebritas intelektual” sekaligus “intelektual publik”. Meski bukan untuk diagulkan, namun sebutan demikian saya kira pantas disematkan kepada mereka yang concern terhadap gerakan society untuk perubahan bangsa yang lebih baik (begitu idealnya). Dengan nulis di koran misalnya, akan banyak masyarakat yang baca tulisan kita sebanyak eksemplar yang diproduksi korang tersebut tiap harinya.
Sebagai misal, katakanlah Kompas yang tirasnya sampai ratusan ribu eksemplar/ hari, maka jika tulisan kita masuk Kompas, sebanyak tiras Kompas itulah tulisan kita akan dibaca orang termasuk didalamnya ayah, ibu, kakek, nenek, sanak-saudara, teman, pacar, dst. Anda mau, kan, seperti itu?
Ketiga, kita bicara soal bonus (honor tulisan). Karena kali ini kita bahas soal rubrik Suara Mahasiswa (Suma) koran Seputar Indonesia, honornya juga harus honor “Suma” SINDO. Dulu (2 tahun lalu), ketika saya masih aktif nulis “Suma”, honornya Rp 100.000 (kemungkinan besar sekarang juga masih segitu). Lumayan buat beli soto puluhan mangkuk, traktir teman-teman, ngajak nonton pilem pacar di bioskop-bioskop kesukaan Anda, sampai ongkos mudik pake bus bumel.
Tak begitu besar memang honornya, tapi bukan disitu saya kira letak kepuasan yang sesungguhnya. Tapi lebih pada kepuasan bathin dimana bisa dikatakan ruang “Suma” sebagai “ruang pertarungan sesungguhnya” diantara para mahasiswa se-Indonesia. Fikir saja, “Suma” kan didedikasikan untuk menampung celotehan intelektual mahasiswa se-Nusantara ini, dimana “hukum rimba” dalam terma yang posistif terjadi. Siapa yang mantap tulisannya, maka ia-lah yang akan dimuat (dan tancapkan dalam hati, kalau dimuat berarti kita memenangkan “pertarungan” itu).
“Karier” nulis saya juga diawali dari kolom “Suma” SINDO 3 tahun yang lalu. Dan alhamdulillah sampai sekarang tetap nulis, malah dalam spektrum yang lebih luas lagi. Tapi, realitasnya yakni semuanya berawal dari kolom pinggir “Suma” dimana saya anggap—untuk semakin mematri ghiroh nulis saya—tak ubahnya catatan pinggirnya “Caping” Goenawan Muhammad di Majalah TEMPO (karena memang letak pemuatan kolom “Suma” juga dipinggir kolom utama. Alias kolom pinggiran. Hehe…
Dengan nulis dan mengirimkannya ke kolom “Suma” berarti Anda telah membuka pertarungan di jagat intelektual-akademis secara lintas-kampus: UI, UGM, IPB, ITB, UNPAD, UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, UIN-UIN laginnya di Indonesia, Andalas (nama kampus yang mahasiswanya lumayan mendominasi di kolom “Suma”). Andapun berhak menyeringaikan senyum atau bahkan terkekeh-kekeh tatkala tulisan Anda dijaring redaktur dan dimuat. Jika sudah demikian, bersiaplah untuk terkenal, dapat honor, jadi asistennya dosen, (bahkan) jadi pembicara, menduduki kursi teras di organisasi apapun yang Anda ikuti, dst sebagai implikasi dari menyematnya label “intelektual publik”.
Oke, tak ingin berpanjang kata, langsung aja kita bahas poin utama ditulisnya artikel ini: tips tulisan nangkring di “Suara Mahasiswa” kolom SINDO. Mohon maaf sebelumnya, bukan maksud menggurui, melainkan hanya sharingsaja dan semoga bermanfaat.
1). Beda dengan jenis tulisan lainnya, “Suma” terikat dengan tema tulisan yang ditentukan oleh koran SINDO sendiri. Biasanya tema akan berganti seminggu sekali. Jadi satu tema berlaku untuk satu minggu. Lantas, apa yang harus Anda lakukan? Ya, nulis sesuai dengan tema yang diberikan/disodorkan oleh SINDO.
suara mahasiswa honorPenentuan tema ini biasanya mengikuti eskalasi isu yang tengah terjadi. Misalnya, ketika isu yang berkembang tentang KPK maka redaksi pun biasanya akan menyodorkan tema “Suma” tak jauh dari isu itu. Tulisan saya yang pertama masuk ke Suma SINDO judulnya “Hentikan Tangis di Gaza” karena isu yang mutakhir kala itu ya perang abadi Israel-Palestina.
Dalam konteks ini, Anda bisa menyiasatinya dengan memperkirakan kapan redaksi akan mengeluarkan tema baru. Misalnya, redaksi keluarkan tema hari Senin. Maka Anda harus stand bye dari pagi hari Senin itu untuk check tema apa yang sodorkan. Setelah tahu langsung Anda tulis, dan secepatnya dikirimkan. Dengan melakukan itu, Anda paling tidak telah memiliki dua keuntungan. Pertama, dianggap rajin oleh redaktur dan bisa saja akan “dispesialkan” apalagi jika selalu Anda yang utama dan pertama mengirimkan tulisan.
Kedua, biasanya di hari pertama keluarnya tema baru belum banyak orang lain yang kirimkan tulisan. Jadinya, persaingannya belum terlalu berat dan jika kualitas tulisan Anda bagus maka akan langsung dimuat keesokan harinya.
2). Tulislah dengan judul yang unik, mengena, bahkan sedikit menyentil. Perhatikan judul tulisan saya yang dimuat SINDO, “Membangun Konstelasi Koalisi-Oposisi yang Ideal”. Angker, kan? Terlihat kesan akademis, mantap, brilian, meskipun isinya biasa-biasanya saja. Tapi, ingat judul ibarat bagian depan diri Anda. Jika terlihat eye-catching, elegan, atau bahkan sedikit udik, maka hal itu jauh akan menimbulkan kesan yang lebih mendalam dibanding Anda memasang “wajah” yang standar-standar saja. Atau ekstremnya, judul yang aneh, provokatif dan lain dari yang lain akan sulit dilupakan dan membuat kepenasaran redaktur semakin membuncah dan tak sabar lagi untuk membacanya.
Atau, perhatikan judul lain, “Mungkinkah Ada Bank Dhuafa?”. Menurut Anda mungkin nggak ada bank dhuafa? Ya, mungkin-mungkin saja, kenapa nggak? Tapi, ada syaratnya, yaitu ketika bankir-bankir kita mempunyai hati setulus M Yunus di Bangladesh yang bikin The Grameen Bank untuk kaum miskin, dhuafa, melarat, marjinal dan sebangsanya. Tapi, melihat realitas yang ada, mendirikan bank dhuafa di Indonesia menjadi sedikit mustahil karena nyatanya nggak ada tuh bank-bank yang peduli nasib orang miskin. Jangankan orang miskin, UKM-UKM saja kesulitan mengakses dana perbankan, kecuali digedor-gedor pemerintah supaya membantu.
Jadi, sesuai kondisi, judul “Mungkinkah Ada Bank Dhuafa?” menjadi relevan kan? Silakan Anda latihan buat judul sendiri yang unik, menarik, bombastis, fantastis. Karena jujur saja, salah satu kekuatan tulisan-tulisan saya kenapa sampai diperhatikan redaktur adalah judulnya yang lumayan elegan, unik dan memiliki karakter. Perhatikan: “Dinamika Politik yang “Liar” (dimuat media lokal Banjar-Jabar), “Kata Tanpa Pahala” (dimuat Rubrik Hikmah Republika), “Membangun Budaya Kritik-Solutif” (dimuat SINDO), “Malaysia, Ada Apa Denganmu?” (dimuat Pelita), dll.
3). Usahakan tulisan maksimal 1 lembar, atau 400-550 kata, atau 3000-3500 karakter karena ruang yang disediakannya juga segitu. Lagian tulisan panjang-pendek sama aja honornya, hehe…
Tapi, ingat juga jangan terlalu pendek. Jangan sampai redaktur nambahin sendiri (syukur kalau mau). Meski ringkas, namun tetap padat, berisi, to the point, dan sistematis.
4). Gunakan data yang lengkap, valid, dan terverifikasi dengan baik. Jangan Anda nulis di tahun 2011, tapi masih gunakan data tahun 1990-an misalnya. Kan, nggak up to date. Melek bro, jaman sudah berubah.
5). Sisipkan (kalau perlu) kata-kata/ frase berpengaruh dari para filosof, teolog, ekonom, pemimpin dunia, dsb. Bisa diletakkan di awal (pembuka) tulisan, di tengah atau di ujung tulisan. Tentunya, mesti yang relevan ya.
Misalnya:
Seorang penyair memegang teguh tradisinya dan menghindari internasionalisme.
— Salvatore Quasimodo
6). “Bermain-mainlah” dengan kata. Hal ini penting untuk “meneror” redaktur. Maksudnya, supaya redaktur terkesima membaca tulisan kita dan tanpa pertimbangan yang detil langsung dimuat. Untuk lebih jauh coba perhatikan tulisan-tulisannya Yudi Latief, Bandung Mawardi, Goenawan Muhammad, Budiarto Danujaya, atau dari kalangan mahasiswa coba telaah tulisan Dedik Priyanto (cari saja di google), A. Musthofa Haroen, dan banyak lagi teman lainnya sesama penulis “Suma” Sindo.
7). Jika belum dimuat, jangan putus asa. Coba dan coba lagi. Perkiraan saya, 2-3 hari dari hari dimana pertama kali Anda mengirimkan tulisan adalah tempo nasib tulisan Anda akan dimuat atau tidak. Gini saja patokannya, kalau 2 hari setelah Anda mengirimkan tulisan belum juga nongol, langsung bikin lagi saja tulisan berbeda dengan tema sama. Lalu kirimkan lagi. Anda masih punya waktu sampai seminggu umur tema itu.
Jadi, dalam semingu (atau satu tema) Anda bisa nulis 2-3 kali jika masih belum juga dimuat. Terus saja proses itu lakukan dengan tema-tema yang lainnya.
8). Kirimlah tulisan jika sudah benar-benar siap. Maksud saya, setelah 2-3 kali pengecekan baru tulisan sudah bisa dikirimkan. Prinsipnya begini, tulisan yang sudah selesai diamkan dulu setengah jam sampai satu jam. Setelah itu, periksa lagi khawatir masih ada yang keselip kata, salah kata, atau kalimat yang kurang.
Saya setuju dengan prinsip seorang teman, jangan menulis sambil mengedit. Artinya, tulislah apa yang ada di kepalamu, secara cepat, biarkan jangan dibatasi. Setelah itu, baru lakukanlah pengeditan.
9). Kirimlah tulisan diwaktu-waktu redaktur jadwalnya buka email kiriman dari penulis luar, pembaca, dsb. Menurut beberapa teman, biasanya itu terjadi setelah makan siang sekitar ba’da dhuhur sampai menjelang maghrib. Tapi, saya selalu mengantisipasi mengirimkan tulisan sebelum waktu dhuhur.
10). Kirimkan tulisan di attachment file (jangan di badan email) dengan format: Kolom Suara Mahasiswa: (judul tulisan Anda). Tujuannya supaya rdaktur bisa langsung tahu apa judul dan pekiraan isi dari artikel Anda walaupun hanya membaca sekilas. Hal ini untuk mensiasati kebiasaan redaktur yang secara umum memprioritaskan penulis yang “sudah punya nama”, penulis “senior” dan istilah-istilah lainnya. Makanya, didisitulah letak sihir sebuah judul artikel kita.
11). Berdoa dan tawakal. Ingat, kalau dimuat sisihkan sebagian honor untuk sedekah. Oia, honornya akan dibayarkan sebulan pasca tulisan kita dimuat. Nggak apa itung-itung “simpan-lupa”.
Akhirul kata, semoga bermanfaat!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar